Kamis, 22 Juli 2021

Tugas Koneksi Antar Materi Modul 2.1

 

PENTINGNYA PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

PADA ERA SEKARANG

 


Oleh: Sujianto, S.Pd

Guru Matematika SMAN 1 Kepanjen

CGP Angkatan 2 Kab. Malang

 


A.   Latar Belakang

Dalam Tujuan Pendidikan nasional perubahan perilaku siswa merupakan tujuan akhir yang harus diwujudkan. Terkait  perubahan perilaku ini perlu adanya pembiasaan yang dilakukan secara kontinyu dan tegas serta adanya kontrol keberhasilannya. Guru sebagai pelaku utama tentunya mempunyai peranan yang besar dalam pelaksanaannya. Secara tidak langsung berarti seorang guru harus mempunyai kompetensi dan kemampuan yang baik dalam mengelola kelasnya. Sebagai obyek belajar siswa diharapkan untuk mengalami perubahan perilaku, oleh sebab itu mereka harus diberi kebebasan dalam menentukan kearah mana masa depannya. Kemunculan perubahan perilaku pada siswa diharapkan muncul secara sadar dan dari mereka sendiri (Instrinsik), bukan karena keterpaksaan atau tekanan dari pihak luar (ekstrinsik).

Untuk mencapai tujuan pendidikan diatas seorang guru harus adil dalam pelaksanaan pembelajarannya. Seorang guru harus memberikan layanan pada setiap anak didiknya sesuai dengan apa yang diinginkan mereka, dan disini seorang guru hanya memiliki tugas untuk menuntun peserta didik untuk mencapai kebahagian siswa.Tentunya seorang guru harus dapat memilih metode dan strategi yang tepat agar semua siswa dapat terlayani dengan baik untuk mencapai perubahann perilaku yang sesuai yang diinginkan di undang Undang di atas.

Dari hal diatas ini perlu kita kaji terkait dengan Pentingnya Pembelajaran berdiferensiasi pada era saat ini. Kita akan mempelajari apa itu pembelajaran berdiferensiasi dan bagaimana cara melakukan pembelajaran berdiferensiasi.

 

B.   Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:

1.    Untuk memahami pembelajaran berdiferensiasi dan pelaksanaan di kelas.

2.    Dapat memahami dan menjelaskan pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid

3.    Untuk Mengetahui pembelajaran Berdiferensiasi dapat membantu mencapai hasil belajar yang optimal.

4.    Untuk mengetahui kaitannya pembelajaran berdiferensisi dengan materi yang ada di modul 1 guru penggerak.

 

C.   Rumusan Masalah

Dari tujuan yang ingin dicapai kita dapat menyusun rumusan masalah, yaitu:

1.    Apakah Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi dan pelaksanaan di Kelas?

2.    Dapatkah pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar  murid?

3.    Apakah pembelajaran berdiferensisai dapat behasil  untuk mencapai hasil belajar yang optimal?

4.    Apakah kaitannya pembelajaran berdiferensiasi dengan materi di modul 1 guru penggerak?

 

D.   Pembahasan

1.    Pembelajaran Berdiferensiasi

1.1  Pengertian

Pembelajaran Berdiferensiasi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.

Menurut Tomlinson (2000), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

1)    Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.

2)    Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.

3)    Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

4)    Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.

5)    Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.

Dalam Tomlinson (2001:1), pada pembelajaran diferensiasi berarti mencampurkan semua perbedaan untuk mendapatkan suatu informasi, membuat ide dan mengekspresikan apa yang mereka pelajari. Dengan kata lain bahwa pembelajaran diferensiasi adalah menciptakan suatu kelas yang beragam dengan memberikan kesempatan dalam meraih konten, memproses suatu de dan meningkatkan hasil setiap murid, sehingga murid-murid akan bisa lebih belajar dengan efektif.

 

1.2  Pemetaan Kebutuhan Murid

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. 

Ketiga aspek tersebut adalah:

1)    Kesiapan belajar (readiness) murid. Jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya. Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut. Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Berikut akan dibahas  6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).

a.    Bersifat mendasar - Bersifat transformatif
Saat sebagian murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, atau jika ide itu bukan di salah satu bidang yang dikuasai oleh murid, mereka sering membutuhkan informasi pendukung yang lebih jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk memahami ide tersebut. Mereka akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide secara langsung. Jika murid berada dalam tingkatan ini, maka bahan-bahan materi yang mereka gunakan dan tugas-tugas yang mereka lakukan harus bersifat mendasar dan disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Di lain waktu, ketika murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka pahami atau berada di area yang menjadi kekuatan mereka, maka dibutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif. 

b.    Konkret - Abstrak
Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.

c.    Sederhana - Kompleks 
Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu; yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi.

d.    Terstruktur - Open Ended
Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain, murid siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.

e.    Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.

f.     Lambat - Cepat
Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari sebuah topik.



 

Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan.  Adapun tujuan melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).

Contoh Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar (Readines

Tujuan Pembelajaran: murid dapat Menyajikan dan menyelesaikan  masalah yang berkaitan dengan keliling bangun datar

Tabel 2. Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar

 

Kesiapan belajar (Readiness)

Murid telah memahami konsep keliling; dapat melakukan operasi hitung perkalian dasar.

Murid telah memahami konsep keliling namun belum lancar dalam melakukan operasi hitung perkalian dasar.

Murid belum memahami konsep keliling.

Nama murid

Susi Rini

Rudi Ali

Aep Anisa


 

Iwan Najib Rina

Yanti Lolly Robert

Lutfi Seli

Wawan

Proses

Murid diminta mengerjakan soal-soal tantangan yang mengaplikasikan konsep keliling dalam kehidupan sehari-hari. murid akan diminta untuk bekerja secara mandiri dan saling memeriksa pekerjaan masing-masing.

Murid menggunakan bantuan benda- benda konkret untuk menghitung keliling bangun datar (misalnya menggunakan stik es krim). Jika mengalami kesulitan, murid diminta menerapkan strategi 3 before me” (bertanya kepada 3 teman sebelum bertanya langsung pada guru). Guru akan sesekali datang ke kelompok ini untuk memastikan tidak ada miskonsepsi.

Murid akan mendapatkan pembelajaran eksplisit tentang konsep keliling. Guru akan memberikan scaffolding dalam proses ini.

Dalam contoh di atas, guru mendiferensiasi pembelajaran dengan mempertimbangkan kesiapan belajar murid.

 

 

 

 

 

2)    Minat murid. Jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat).

Kita tahu bahwa seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Ada murid yang minat nya sangat besar dalam bidang seni, matematika, sains, drama, memasak, dsb.  Minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran.

Tomlinson (2001) menjelaskan bahwa mempertimbangkan minat murid dalam merancang pembelajaran memiliki tujuan diantaranya: 

·         Membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka sendiri untuk belajar;

·         Menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran;

·         Menggunakan keterampilan atau ide yang familiar bagi murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang familiar atau baru bagi mereka, dan;

·         Meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid.

Ide Minat Murid

Beberapa ide yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan minat diantaranya misalnya:

·         Meminta murid untuk memilih apakah mereka ingin mendemonstrasikan pemahaman dengan menulis lagu, melakukan pertunjukan atau menari.

·         Menggunakan teknik Jigsaw dan pembelajaran kooperatif.

·         Menggunakan strategi investigasi kelompok berdasarkan minat.

·         Membuat kegiatan “sehari di tempat kerja”. Murid diminta mempelajari bagaimana sebuah keterampilan tertentu diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Mereka boleh memilih profesi yang sesuai minat mereka.

·         Membuat model.

Contoh Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Minat

Tujuan Pembelajaran: murid   dapat membuat tulisanberbentuk prosedur.

·         Tabel 1. Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Minat

·            

Minat

Olahraga

Kesenian (Prakarya)

Sains

Nama murid

Rudi Ali Iwan Najib Rina

Susi Rini Lolly

Wawan Robert

Aep Anisa Lutfi Seli Yanti

Produk

Membuat tulisan prosedur tentang bagaimana cara menggiring bola dalam permainan sepak bola.

Membuat tulisan prosedur tentang bagaimana cara membuat rumah-rumahan dari stik es krim.

Membuat tulisan prosedur tentang bagaimana cara membuat rangkaian listrik paralel dan seri.

Dalam contoh di atas, guru mendiferensiasi pembelajaran dengan mempertimbangkan perbedaan minat murid.

 

3)    Profil belajar murid. Jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor, seperti: bahasa, budaya, kesehatan, keadaan keluarga, dan kekhususan lainnya. Selain itu juga akan berhubungan dengan gaya belajar seseorang. Menurut Tomlinson (dalam Hockett, 2018) profil belajar murid ini merupakan pendekatan yang disukai murid untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar belakang, jenis kelamin, dll. 

Tujuan dari pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri.  Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka. Penting juga untuk diingat bahwa kebanyakan orang lebih suka kombinasi profil. Menurut Tomlinson (2001), ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran seseorang. Berikut ini adalah beberapa yang harus diperhatikan:

ü  Lingkungan: suhu, tingkat aktivitas, tingkat kebisingan, jumlah cahaya.

ü  Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.

ü  Visual: belajar dengan melihat (diagram, power point, catatan, peta, grafik organisator).

ü  Auditori: belajar dengan mendengar (kuliah, membaca dengan keras, mendengarkan musik).

ü  Kinestetik: belajar sambil melakukan (bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).

Contoh Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar murid Tujuan Pembelajaran: murid dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup.

Tabel 3. Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar Murid

ü   

Profil Belajar murid

Visual

Auditori

Kinestetik

Nama murid

Rudi Ali

Susi Rini

Aep Anisa

 

Iwan Najib Rina

Lolly Wawan Robert

Lutfi Seli Yanti

Produk

Murid diperbolehkan memilih cara mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Boleh dalam bentuk gambar, rekaman wawancara maupun performance.

Proses

Saat menjelaskan guru menggunakan banyak gambar atau alat bantu visual.

Guru juga menyediakan kesempatan bagi murid untuk mengakses sumber belajar yang dapat didengarkan murid secara lisan.

Guru membuat beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-tempat berbeda untuk memberikan kesempatan murid bergerak saat mengakses informasi.

Dalam contoh di atas, guru mendiferensiasi pembelajaran dengan mempertimbangkan perbedaan gaya belajar.

Berdasarkan pemaparan mengenai ketiga aspek dalam mengkategorikan kebutuhan belajar murid, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk mengoptimalkan pembelajaran dan tentunya hasil dari pembelajaran murid diperlukan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan belajar murid

1.3  Strategi Pembelajaran Berdiferensiasi

Ada 3 Strategi dalam Pembelajaran Berdiferensiasi

1)    Pembelajaran Berdiferensiasi Konten ( Komponen Isi)

a)     Menggunakan bahan bacaan pada berbagai tingkat keterbacaan.

b)    Menyediakan bahan ajar pada kaset.

c)     Menggunakan daftar kosakata untuk mengetahui tingkat kesiapan siswa.

d)    Mempresentasikan ide melalui sarana pendengaran dan penglihatan.

e)     Menggunakan tema bacaan.

f)     Menggunakan kelompok kecil untuk mengajarkan kembali ide atau keterampilan pada siswa yangmengalami kesulitan, serta memperluas pemikiran atauketerampilan peserta didik yang sudah   

2)    Pembelajaran Berdiferensiasi Proses

a)    Menggunakan kegiatan berjenjang, semua siswa bekerja dengan pemahaman dan keterampilan yang sama, serta melanjutkan dengan berbagai tingkat dukungan,tantangan, dan kompleksitas.

b)    Menyediakan pusat minat yang mendorong siswa mengeksplorasi diri.

c)    Mengembangkan agenda pribadi (daftar tugas yang ditulis oleh guru) yang harus diselesaikan selama waktu yang ditentukan.

d)    Menawarkan dukungan langsung lainnya bagi siswa yang membutuhkan.

e)    Memvariasikan waktu yang disedian pada siswa untuk menyelesaikan tugasnya

3)    Pembelajaran Berdiferensiasi Produk

a)    Memberi siswa pilihan cara mengekspresikan kebutuhan pembelajaran (seperti membuat pertunjukan boneka, membuat video, rekaman, menulis surat, atau membuat puisi).

b)    Menggunakan rubrik yang cocok dan memperluas keberagaman tingkat keterampilan siswa.

c)    Membolehkan siswa bekerja sendiri atau berkelompok kecil untuk menuntaskan tugas.

d)    Mendorong siswa untuk membuat tugas mereka sendiri.

 

2.    Pembelajaran Berdiferensiasi dapat memenuhi Kebutuhan belajar Murid

2.1 Pembelajaran berdiferensiasi dan pemenuhan kebutuhan murid.

Murid dengan minat yang berbeda dengan gaya belajar yang berbeda serta dengan kemampuan yang berbeda akan dapat dengan nyaman belajar sesuai dengan posisi mereka. Sehingga kebutuhan yang mereka inginkan akan terpenuhi yang tentunya ketika rasa nyaman dan senang mengikuti proses pembelajaran terjadi . hal ini akan berkorelasi positif terhadap hasil belajarnya ( diperoleh hasil belajar optimal).

Pada pelaksanaan model berdiferensiasi ini diperlukan pemahaman akan teori pembelajaran yang matang, kreatifitas guru dalam merancang aktivitas yang bisa mengakomodasi keberagaman siswa di kelas sekaligus bagi anak berkebutuhan khusus, pantang menyerah, serta keteladanan guru bersikap dan bagaimana cara berkomunikasi terhadap siswa-siswa di kelas. Model pembelajaran ini bisa dilakukan dengan baik. Guru bisa mengatur kelompok independent dengan beberapa siswa yang masih pada tahap instructional (perlu bimbingan), sehingga teman yang sudah mandiri akan membantu teman yang memerlukan bimbingan. Guru bisa berfokus pada siswa yang masih memerlukan penjelasan ulang. Pengaturan kelas yang tepat akan mendorong keberhasilan dalam penyampaian materi dan guru terbantu dengan adanya kerjasama antarsiswa tersebut. Pada pelaksanaannya, guru tutor teman sebaya sangatlah diperlukan untuk membantu keberhasilan pembelajaran di kelas.

Pada penerapan model berdiferensiasi ini, bahwa ternyata semua tingkat pemahaman siswa bisa saling belajar bersama dan berpartisipasi aktif. Dalam hasil penelitian, murid yang sangat jauh kemampuan dari siswa lainnya bisa dibimbing dan diarahkan oleh temannya, sehingga akan mewujudkan sikap saling menghargai dan membantu satu sama lainnya. 

Model pembelajaran berdiferensiasi ini menunjukkan bahwa guru sebenarnya bisa melakukan kegiatan pembelajaran dengan mandiri jika memang tidak ada guru khusus dalam sekolah tersebut. Guru tetap bisa memberikan akomodasi dari keberagaman siswa baik pada kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar. Dalam pelaksanaannya perlu adanya pelatihan bagi guru-guru bagaimana cara mengajar di kelas, sehingga semua kebutuhan siswa terakomodasi. 

Model pembelajaran berdiferensiasi ini telah berdampak meningkatkan inklusifitas di kelas karena dapat meningkatkan adanya sikap saling kerjasama, berpartisipasi, saling membantu dan menghargai satu dengan lainnya. Selain itu motivasi siswa meningkat dengan diberikan aktivitas sesuai dengan ketertarikan mereka. Serta hasil pemahaman siswa juga meningkat dari tingkat sebelumnya.

 

2.2 Alasan Mengapa Pembelajaran Berdiferensiasi dapat berhasil ( Ini adalah terjemahan bebas dari artikel yang dipublikasikan melalui website https://inservice.ascd.org/7-reasons-why-differentiated-instruction-works/)

Berbicara tentang Pembelajaran Berdiferensiasi (Diferentiated Instruction/ DI) harus dimulai dengan pemahaman yang akurat tentang apa itu DI — dan apa itu yang bukan DI. Anda mungkin terkejut mengetahui betapa mudahnya Pembelajaran Berdiferensiasi dilakukan di kelas Anda. 

1.    Pembelajaran Berdiferensiasi adalah bersifat proaktif. 

Dalam kelas, guru akan berasumsi bahwa murid yang berbeda memiliki kebutuhan yang berbeda dan secara proaktif merencanakan pembelajaran yang menyediakan berbagai cara untuk "mencapai" dan mengekspresikan pembelajaran. Guru mungkin masih perlu menyempurnakan pembelajaran untuk beberapa murid, tetapi karena guru tahu beragam kebutuhan muridnya di dalam kelas dan memilih opsi pembelajaran yang sesuai, maka kemungkinan besar pengalaman belajar yang mereka rancang akan cocok untuk sebagian besar murid. Diferensiasi yang efektif biasanya dirancang agar cukup kuat untuk melibatkan dan menantang beragam murid di kelas.

2.    Pembelajaran Berdiferensiasi lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif.

Banyak guru secara salah berasumsi bahwa mendiferensiasi pembelajaran berarti memberi beberapa murid lebih banyak pekerjaan untuk dilakukan, dan yang lainnya lebih sedikit. Misalnya, seorang guru memberikan murid, yang memiliki kemampuan membaca yang lebih tinggi, tugas untuk membuat dua buah laporan buku, sementara murid yang kemampuannya lebih rendah hanya satu laporan saja. Atau seorang murid yang kesulitan dalam pelajaran matematika hanya diharuskan menyelesaikan tugas hitungan atau operasi bilangan, sementara murid yang lebih tinggi kemampuan diminta menyelesaikan tugas hitungan dan ditambah dengan soal-soal cerita. 

Meskipun pendekatan diferensiasi seperti itu mungkin tampak masuk akal, namun yang seperti itu biasanya tidak efektif. Membuat laporan tentang satu buku bisa saja tetap akan dirasa sebagai tuntutan yang tinggi untuk murid yang memang kesulitan. 

Seorang murid yang telah menunjukkan penguasaan satu keterampilan matematika akan siap untuk mulai bekerja dengan keterampilan yang lebih sulit. Menyesuaikan jumlah tugas biasanya akan kurang efektif daripada mengubah sifat tugas.

3.    Pembelajaran Berdiferensiasi berakar pada penilaian.

Guru yang memahami bahwa pendekatan belajar mengajar harus sesuai dengan kebutuhan murid, akan mencari setiap kesempatan untuk mengenal murid mereka dengan lebih baik. Mereka melihat percakapan individu, diskusi kelas, pekerjaan murid, observasi, dan penilaian formal sebagai cara untuk terus mendapatkan wawasan tentang apa yang paling berhasil untuk setiap muridnya. Apa yang mereka pelajari akan menjadi katalis untuk menyusun dan merancang pembelajaran dengan cara-cara yang membantu setiap murid memaksimalkan potensi dan bakatnya. 

Di dalam pembelajaran berdiferensiasi, penilaian tidak lagi didominasi sesuatu yang terjadi pada akhir unit untuk menentukan "siapa yang mendapatkannya." Pra- penilaian diagnostik secara rutin akan dilakukan saat unit dimulai. Di sepanjang unit pembelajaran, guru menilai tingkat kesiapan, minat, dan pendekatan belajar yang digunakan murid dan kemudian merancang pengalaman belajar berdasarkan pemahaman terbaru dan terbaik tentang kebutuhan murid. Produk akhir, atau cara lain dari penilaian "akhir" atau sumatif, akan mengambil berbagai bentuk, dengan tujuan untuk menemukan cara terbaik bagi setiap murid untuk menunjukkan hasil belajarnya selama unit tersebut berlangsung. 

4.    Pembelajaran Berdiferensiasi menggunakan beberapa pendekatan terhadap konten, proses, dan produk. 

Di semua ruang kelas, guru berurusan dengan setidaknya tiga elemen kurikuler: (1) konten — masukan, apa yang dipelajari murid; (2) proses — bagaimana murid berupaya memahami ide dan informasi; dan (3) produk — keluaran, atau bagaimana murid menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. 

Dengan membedakan ketiga elemen ini, guru menawarkan pendekatan berbeda terhadap apa yang dipelajari murid, bagaimana mereka mempelajarinya, dan bagaimana mereka menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Kesamaan dari pendekatan yang berbeda ini adalah bahwa semuanya dibuat untuk mendorong pertumbuhan semua murid dalam usaha mereka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan untuk memajukan atau meningkatkan proses pembelajaran baik untuk kelas secara keseluruhan maupun untuk murid secara individu. 

5.    Pembelajaran berdiferensiasi berpusat pada murid.

Pembelajaran berdiferensiasi beroperasi pada premis bahwa pengalaman belajar paling efektif adalah ketika pembelajaran tersebut berhasil mengundang murid untuk terlibat, relevan, dan menarik bagi murid. Akibat dari premis itu adalah bahwa semua murid tidak akan selalu menemukan jalan yang sama untuk belajar yang sama mengundang, relevan, dan menariknya. Lebih lanjut, pembelajaran berdiferensiasi mengakui bahwa pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang akan datang harus dibangun di atas pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman sebelumnya — dan bahwa tidak semua murid memiliki fondasi belajar yang sama pada awal proses pembelajaran. Para guru yang membedakan pengajaran di kelas-kelas yang memiliki keragaman secara akademis berusaha untuk memberikan pengalaman belajar yang secara tepat menantang untuk semua murid mereka. Guru-guru ini menyadari bahwa kadang-kadang tugas yang tidak menantang bagi beberapa peserta didik bisa jadi sangat rumit bagi yang lain.

6.    Pembelajaran berdiferensiasi merupakan perpaduan dari pembelajaran seluruh kelas, kelompok dan individual.

Ada waktu ketika pembelajaran seluruh kelas adalah pilihan yang efektif dan efisien. Ini berguna untuk membangun pemahaman bersama, misalnya, dan memberikan kesempatan untuk diskusi dan ulasan bersama yang dapat membangun rasa kebersamaan. Pembelajaran berdiferensiasi ditandai oleh irama berulang dari melakukan persiapan kelas, mengulas kembali, dan berbagi, yang kemudian diikuti oleh kesempatan untuk eksplorasi individu atau kelompok kecil, ekstensi, dan produksi. 

7.    Pembelajaran berdiferensiasi bersifat "organik" dan dinamis.

Di ruang kelas yang berbeda, mengajar adalah sebuah evolusi. murid dan guru sama-sama pembelajar. Guru mungkin tahu lebih banyak tentang materi pelajaran, namun mereka juga terus belajar tentang bagaimana murid mereka belajar. Kolaborasi yang berkelanjutan dengan murid diperlukan untuk memperbaiki peluang belajar agar efektif untuk setiap murid. Guru memantau kecocokan antara kebutuhan murid dan proses pembelajaran mereka serta membuat penyesuaian sebagaimana diperlukan. 

Diadaptasi dari How to Differentiate Instruction in Academically Diverse Classrooms, 3rd Edition, oleh Carol Ann Tomlinson, Alexandria, VA: ASCD. ©2017 oleh ASCD. Hak cipta terdaftar.

 

3.    Pembelajaran Berdiferensiasi Dalam kaitannya Dengan materi di Modul 1

Dalam materi di modul 1 terdapat empat materi yaitu:

1.1  Filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara

1.2  Nilai Nilai dan Peran Guru Penggerak

1.3  Visi Guru Penggerak

1.4  Budaya Positif Sekolah

Menurut Ki Hajar Dewantara, guru diibaratkan seorang petani dan murid adalah benihnya. Seorang petani tugasnya adalah merawat dan menjaga benih-benih itu, tentu saja benih yang tumbuh itu berbeda-beda dalam perkembangannya dan juga berbeda jenisnya. Misalkan untuk merawat benih jagung tentu saja akan berbeda dengan merawat benih padi. Seorang petani harus memberikan perawatannya sesuai dengan kebutuhan benih-benih yang berbeda tadi sampai semuanya berbuah.

Begitu juga kita sebagai guru harus jeli dalam melihat keberagaman kebutuhan siswa, ada yang lambat, sedang, dan cepat. Ada yang suka agama, sains, seni, olahraga, dan sebagainya. Ada yang suka belajar dengan cepat melalui penglihatan, pendengaran, atau kinestetik. Semua harus kita akomodir dalam proses pembelajaran. Dari hal diatas napak sekali keterkaitan antara pembelajaran berdiferensiasi dengan filosofi pembelajaran menurut Ki Hajar Dewantara.

Guru sebagai actor utama dalam pembelajaran tentunnya harus mempunyai nilai nilai yang penting untuk menjalankan pembelajaran. Terlebih lagi seorang guru pada pembelajaran berdiferensiasi dibutuhkan nilai nilai yaitu: Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, serta Berpihak pada Murid.

Semua nilai itu harus dimiliki oleh seorang guru untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang mementingkan kebutuhan murid secara individu.

Dari hal ini Nampak jelas keterkaitan pembelajaran berdiferensiasi dengan nilai yang harus dimiliki seorang guru.

Adapun peran dari guru penggerak adalah: Pemimpin Pembelajaran, Menggerakkan komunitas praktisi, menjadi Coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, dan mewujudkan kepemimpinan murid. Dari peranna ini sangatlah diperlukan dalam kita menjalankan pembelajaran berdiferensiasi. Kita butuh kolaborasi, kita membutuhkan komunitas praktisi yang mendukung, kita membutuhkan kepemimpinan murid dan kita sebagai pemimpin pembelajaran sangat diperlukan  dalam melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi. Pada intinya kita perlu dukungan dari semua pihak untuk menjalankan pembelajaran berdiferensiasi.

Kita sadari betul bahwa untuk melakukan sebuah perubahan itu dibutuhkan tekad dan upaya yang keras, konsisten, dan berkesinambungan serta kolaborasi dengan semua pihak. Untuk itu seorang guru harus mempunyai sebuah visi yang jelas, visi yang berpihak pada murid, visi yang terukur dan realistis sesuai dengan kondisi dan lingkungan masing-masing. Melangkah sedikit demi sedikit dan konsisten dilakukan lebih baik daripada berlari namun terus berhenti. Itulah sejatinya GURU PENGGERAK.

Dan juga dalam melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi kita harus konsisten dan ajeg serta menjadi budaya yang positif pada siswa untuk belajar sepanjang hayat. Sehingga budaya positif sangatlah mendukung pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi yaitu agar pelaksanaan p[embelajaran berjalan secara kontinyu dan menjadi budaya setiap anak.

 

E.   Penutup

Demikian artikel kami tentang pentingnya pembelajaran berdiferensiasi, semoga bermanfaat dan memiliki nilai guna pada kita semua khususnya pada pembaca dan saya pribadi. Tentunya kritik dan saran sangat kami tunggu untuk kebaikan kita bersama dalam memajukan Pendidikan Nasional di Negara kita tercinta INDONESIA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aksi nyata Modul 3.3

  AKSI NYATA MODUL 3.3   PENGELOLAAN PROGRAM  YANG BERDAMPAK PADA MURID Oleh :  Sujianto, S.Pd Guru Matematika SMAN 1 Kepanjen       C...