Sabtu, 29 Mei 2021

AKSI NYATA MODUL 1.1 FILOSOFI PENDIDIKAN MENURUT KI HAJAR DEWANTARA

 

RELEVANSI FILOSOFI PENDIDIKAN
MENURUT PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA
DENGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI TINGKAT SMA


oleh Sujianto, S.Pd

Guru SMAN 1 Kepanjen Kab. Malang

CGP Angkatan 2

Fasilitator: Sri Kurniawati

Pendamping Praktik :Haeni Sundari

 

A. Latar belakang

Sebagai tahapan terakhir dari siklus pembelajaran MERRDEKA, Aksi Nyata memberikan ruang bagi Bapak/Ibu CGP menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam satu rangkaian modul. Aksi Nyata dimaksudkan sebagai proses pengembangan profesionalisme berkelanjutan, di mana ia dilihat sebagai kesatuan antara proses pembelajaran dan implementasi. Dengan demikian, aksi nyata perlu dijalankan secara terus menerus, bahkan hingga Program Pendidikan Guru Penggerak telah Anda selesaikan. Dalam  Aksi Nyata ini merupakan perwujudan dari perubahan konkret dalam proses pembelajaran khususnya mata pelajaran matematika sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara dan konteks sosial dan budaya di daerah sekolahan kami.

Untuk mendukung pengembangan berkelanjutan, sepanjang proses penerapan ini kami melakukan refleksi, salah satunya dengan menulis jurnal refleksi. Jurnal refleksi yang ditulis secara rutin merupakan media untuk mendokumentasikan perasaan, gagasan dan pengalaman serta praktik baik yang telah dilakukan. Dengan memiliki rekam jejak yang berkelanjutan seperti ini, kami  akan terdorong untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang kami latih dan ujicobakan.

B.  Tujuan

Tujuan dari pembuatan jurnal ini adalah:

1.    Untuk mendokumentasikan  perasaan, gagasan dan pengalaman serta praktik yang telah dilaksanakan.

2.    Untuk membuat rekam jejak berkelanjutan agar terdorong untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas pembelajaran.

3.    Untuk penguatan bagi penulis dalam pemahaman materi.

4.    Untuk  referensi pembuatan Portofolio Aksi Nyata pada akhir Paket Modul 1

5.    Untuk panduan ketika berefleksi Bersama pengajar praktik dalam pendampingan individu

C.  Kajian Pustaka

1.      Sejarah Singkat Ki Hajar Dewantara

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EBISuwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EBI: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Pakualaman2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun;[1] selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998.

Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Sukarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).

 

2.      Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Hidup di masa penjajahan Belanda, akhirnya mendorong Ki Hadjar Dewantara untuk memaknai pendidikan secara filosofi. Filosofi ini lahir sebagai upaya memerdekakan manusia dalam aspek lahiriah yaitu keluar dari kemiskinan dan kebodohan serta aspek batiniah yaitu memiliki otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas dan demokratik.

Ki Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami arti dan tujuan Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009),  “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.

Dasar-Dasar Pendidikan

Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat  menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan  tumbuhnya kekuatan kodrat anak”

Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani.  Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal..

Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar.

Ki Haiar Dewantara (KHD) juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.

Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

KHD menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama” KHD mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut

Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21)

KHD hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. KHD mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri.

Budi Pekerti

Menurut KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Sedih merupakan perpaduan harmonis antara cipta dan karsa demikian pula Bahagia.

Lebih lanjut KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat pendidikan lainnya.

Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun tujuannya adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dengan berbagai ide yang dimiliki dari Ki Hajar Dewantara ada satu konsep yang terlupakan.


Lebih lanjut dikatakan bahwa Ki Hajar pernah melontarkan konsep belajar 3 dinding. Beliau berpendapat bawa harus ada satu sisi yang terbuka. Dinding yang terbuka tersebut diartikan bahwa agar murid dapat melihat langsung dunia nyata di dalam kelas mereka dan ingin menegaskan bahwa tidak ada batas atau jarak antara di dalam kelas dengan realita di luar.

Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan organisasi pemuda, yang ia sebut dengan Tri Pusat Pendidikan. (Di kutip dari Jurnal Filsafat Indonesia, Vol 2 No 3 Tahun 2019 ISSN: E-ISSN 2620-7982, P-ISSN: 2620-7990)

Penerapan Filosofi Ki Hadjar Dewantara dan Kendalanya

Kondisi Pandemi Covid 19 saat ini memaksakan setiap satuan pendidikan melaksanakan pembelajaran dari rumah secara daring. Dilapangan penulis menemukan fakta bahwa pembelajaran secara daring belum terlaksana secara maksimal. Banyak faktor yang menimbulkan masalah di lapaangan. Salah satu faktor tersebut adalah satuan pendidikan masih berfokus pada penuntasan kurikulum sehingga dibutuhkan perubahan strategi pembelajaran yang berpusat pada murid sesuai dengan kodrat alam (keterbatasan kemampuan siswa memahami materi pelajaran) dan kodrat zaman (melek menggunakan teknologi).

Mengamati perkembangan teknologi dan pendidikan, Pemikiran Ki Hadjar Dewantara sangatlah penting diterapkan pada era zaman sekarang. Yang dimana Para pendidik dapat menerapkan Filosofi pendidikan  “ Tut Wuri Handayani, Ing Madya Mangun Karsa , Ing Ngarsa Sung Tulada “ yang artinya “ Dari Belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan Arahan, pada saat bersama siswa seorang guru harus mampu menciptakan Pra karsa dan Idea dan ketika guru di depan seorang guru harus memberi teladan dan contoh dengan tindakan yang baik”.

Filosofi Pendidikan Pembelajaran berpihak kepada murid

Jika Filosofi pendidikan tersebut di jalankan dengan baik, maka terciptalah Student Wellbeing. Maksunya adalah Siswa dan Guru berkolaborasi bersama untuk menggali dan menggembangkan Potensi Murid.  Tujuan lainya adalah mengakomodasi karakteristik masing masing untuk terciptanya pembelajaran yang berpihak pada murid. Hal ini diharapkan akan menghasilkan pembelajaran yang menyenangkan.

Perkembangan teknologi mempengaruhi kemajuan dunia pendidikan saat ini. Sehingga peran pendidikan di zaman sekarang tidak terlepas dengan menggunakan teknologi dalam aksi nyata ini saya menggunakan media social Whatts App dan zoom untuk menyampaikan kesepakatan kelas serta berdiskusi bersama memberikan umpan balik terhadap kegiatan murid yang sudah dilaksanakan dirumah untuk mendapatkan pembelajaran bermakna yang berpusat pada anak.

 

3.     Psikologi Perkembangan Anak di Usia 14 – 18 tahun

Dikutip dari Healthy Children, masa remaja dikategorikan sebagai masa transisi yang dialami anak-anak untuk mencapai usia dewasa. Pada fase ini, akan terjadi beberapa perubahan besar selain perkembangan pada fisik. Salah satunya adalah perkembangan remaja yang mencakup sisi psikologis dan dibagi menjadi dua kategori. Kategori tersebut merupakan sisi emosional juga sosial yang perlu diketahui orang tua sebagai cara mendidik anak remaja. Hal ini berhubungan karena adanya perubahan hormon serta saraf sehingga remaja tidak hanya berkembang secara kognitif. Akan tetapi, juga memikirkan identitas diri serta hubungan sosial di sekitar. Dilihat dari sisi psikologi, ada beberapa tahapan yang setidaknya perlu dicapai, di antaranya adalah:

·       Terlihat menonjol serta mengembangkan identitas diri.

·       Bisa beradaptasi agar diterima di lingkungannya.

·       Mengembangkan kompetensi sekaligus mencari jalan untuk mendapatkannya.

·       Berkomitmen pada tujuan yang sudah dibuat.

 

Berikut adalah perkembangan psikologi yang dialami remaja seiring dengan pertambahan usia.

 

a.     Perkembangan psikologi remaja 14 – 17 tahun

Apabila dibandingkan dengan perkembangan anak usia 10 tahun, Anda bisa melihat ada perbedaan di perkembangan remaja fase middle ini.

Secara umum, bisa dikatakan bahwa perkembangan psikologi remaja terlihat karena mereka mulai membangun identitas diri.Tidak hanya itu saja, di rentang usia ini remaja juga mulai memperlihatkan kemandirian agar tidak terus bergantung pada orangtua.

Berikut beberapa perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia 14 hingga 17 tahun.

·   Memperlihatkan kemandirian pada orangtua.

·   Menghabiskan waktu yang lebih sedikit dengan orangtua.

·   Mulai menunjukkan ketertarikan pada lawan jenis.

·   Mempunyai kepedulian serta perhatian pada keluarga, teman, dan lawan jenis.

·   Perubahan susasana hati yang tidak menentu.

 

Perkembangan emosional

Pada perkembangan anak usia 14 tahun, emosi remaja pun masih tergolong naik turun. Ia masih mempunyai suasana hati yang mudah berubah sehingga ada kalanya orangtua kewalahan dengan hal ini.

Di usia ini Anda juga perlu mulai memberikan edukasi seks karena anak mulai memiliki ketertarikan dengan teman lawan jenisnya.

Selain itu, di usia ini pula anak akan mulai melakukan hal-hal yang berisiko, sehingga Anda wajib mengajaknya berdiskusi mengenai hal-hal baru yang diketahuinya.

Sampaikan apa akibat dari berbagai hal yang sudah atau hendak dilakukannya.

Seiring bertambahnya usia, perkembangan psikologi atau emosi remaja juga mulai memperlihatkan kepedulian.

Simpati dan empati mulai terpupuk walau ada kalanya ia mempunyai sudut pandang berbeda.

Perhatikan apabila ia memperlihatkan perubahan perilaku yang tidak sesuai dengan kebiasaan sehari-hari.

Bukan tidak mungkin apabila dalam perkembangan psikologi atau emosi remaja ia mengalami beberapa gangguan.

Beberapa masalah ini misalnya gangguan tidur, gangguan citra tubuh, krisis kepercayaan diri, sehingga berujung terjadinya depresi pada remaja.

Walaupun waktu Anda dengan anak menjadi lebih sedikit, tetap bangun komunikasi sehingga ia tidak merasa kehilangan arah.

Perkembangan sosial

Sudah disinggung sedikit di atas kalau pada fase ini anak mempunyai ikatan tersendiri dengan teman sebaya atau bahkan teman terdekatnya.

Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan terutama ketika ia mempunyai kesukaan yang sama.

Tidak hanya itu saja, bukan hal aneh apabila remaja lebih nyaman membicarakan masalah pada teman terdekatnya terlebih dahulu.

Hal ini pun berlanjut sampai di perkembangan anak usia 17 tahun karena ia tetap menjaga hubungan baik dengan sahabat.

Mungkin, hubungan orangtua dengan anak akan bergeser karena ini.

Namun, ada baiknya Anda tetap menjaga komunikasi agar hubungan tetap terjaga sehingga anak akan tetap mencari orangtua ketika sangat dibutuhkan.

 

b.      Perkembangan psikologi remaja usia 18 tahun

Pada usia ini, perkembangan remaja sudah mencapai fase terakhir, yaitu late. Biasanya, sifat impulsif yang mereka punya menjadi lebih terkendali dibandingkan dengan usia sebelumnya.

Maka dari itu, bisa dikatakan bahwa perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia ini sudah lebih memikirkan risiko yang akan terjadi nantinya.

Berikut beberapa perkembangan psikologi remaja usia 18 tahun, di antaranya:

·         Semakin membuka diri untuk memperluas pertemanan.

·         Sudah memikirkan masa depan dan tujuan hidup.

·         Mandiri dan membuat keputusan untuk diri sendiri.

·         Mulai tertarik dan serius dalam hubungan lawan jenis.

Perkembangan emosional

Sebagai orangtua, Anda perlu memahami apabila setiap anak mempunyai tahapan perkembangannya masing-masing.

Begitu juga dengan perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia 18 tahun ini.

Ada kemungkinan ia mulai sadar dan mengerti apa yang diinginkan. Apalagi, emosinya sudah berangsur-angsur menjadi lebih stabil. Maka dari itu ia semakin yakin untuk mempertahankan kemandirian sekaligus mencoba dunia baru yang sudah lama diinginkan.

Perkembangan sosial

Kalau di tahapan usia sebelumnya para remaja lebih suka menghabiskan waktu bersama teman terdekat juga pacar, kini secara tidak sadar sudah mulai nyaman dengan orangtua.

Hal ini karena keterbukaan untuk menerima pendapat serta berkompromi dengan orang disekitar.

Tidak hanya itu saja, Anda juga sudah seharusnya mempersiapkan diri karena ada kemungkinan remaja mempunyai hubungan yang lebih serius dengan pacar.


Maka dari itu, penting untuk membangun komunikasi serta memberikan pendidikan seksual sejak dini.

 

Penyebab remaja mulai memberontak

Pertengkaran orangtua dengan anak bisa berujung pada keinginan kabur dari rumah karena ia sedang berada dalam fase pemberontakan.

Ini juga hal yang bisa terjadi pada perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia 18 tahun atau bahkan lebih muda.

Ada kalanya ia percaya sudah tak ada lagi pemecahan masalah yang bisa dicapai selain memberontak atau melakukan kenakalan remaja.

Beberapa penyebab yang membuat perkembangan emosi remaja jadi memberontak, seperti:

1. Merasa tidak aman di rumah

Anak bisa saja merasa bahwa situasi di rumah benar-benar menakutkan sehingga mengakibatkan perkembangan psikologisnya terganggu.

Hal ini bisa terjadi jika ia menjadi korban kekerasan anak, baik itu kekerasan verbal, fisik, psikologis, atau seksual.

2. Masalah di sekolah atau lingkungan pergaulan

Bila terjadi bullying pada remaja di sekolah tapi tidak ada sosok yang bisa membantunya, anak mungkin memilih untuk kabur.

Dengan begitu, anak bisa membolos tanpa harus dipaksa ke sekolah oleh orangtua.

Hal lain yang mengakibatkan psikologis remaja terganggu adalah ketika terlibat masalah tertentu tapi ia tidak berani menganggung akibat atau hukumannya.

Maka, ia pun memilih untuk memberontak seperti lari dari rumah daripada harus menerima konsekuensi.

3. Merasa tidak dihargai

Salah satu kasus pemberontakan yang bisa mengganggu psikologi atau emosi remaja adalah anak merasa cemburu dengan kakak atau adiknya.

Ia merasa kurang dihargai dan berpikiran bahwa orangtua lebih menyayangi kakak atau adiknya.

Selain itu, anak bisa merasa tidak dihargai karena orangtua memberikan hukuman yang sangat berat atas kesalahannya.

Dalam kasus lainnya, anak yang merasa tidak mendapat cukup perhatian dari orangtua juga mungkin “menguji” kasih sayang orangtua dengan cara memberontak.

4. Tidak bijak menggunakan media sosial

Media sosial adalah tempat bagi sebagian besar remaja untuk mengekspresikan diri mereka, lewat kata-kata maupun foto.

Di antara semua jenis media sosial, instagram cukup mendapat banyak perhatian bagi anak remaja.

Melalui instagram, ia bisa mengunggah hasil jepretan foto terbaiknya dan mendapat feedback, berupa like atau komentar.

Namun, tidak semua mendapatkan efek positif sehingga memengaruhi perkembangan psikologi atau emosi remaja.

Ada juga yang sampai terobsesi dengan hasil selfie sehingga berdampak buruk bagi kesehatan mental remaja.

 

D.   
RELEVANSINYA  FILOSOFI PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA DENGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI TINGKAT SMA

Anak didik di tingkat SMA memiliki usia antara 14 – 18 tahun. Pada Usia ini mereka masuk pada fase anak Remaja, Rasa ingi tahu dan mencari jati diri menjadi yang utama. Pola berpikir mereka sudah berkembang, sehingga mereka sudah berani mengambil keputusan untuk penentuan masa depannya. Beberapa hal yang terjadi perubahan pada psikologi anak di usia ini yaitu:

·       Terlihat menonjol serta mengembangkan identitas diri.

·       Bisa beradaptasi agar diterima di lingkungannya.

·       Mengembangkan kompetensi sekaligus mencari jalan untuk mendapatkannya.

·       Berkomitmen pada tujuan yang sudah dibuat.

Dengan mengetahui perkembangan psikologi ini kita bisa melihat relevansinya filosofi Pendidikan menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara pada anak SMA yaitu:

1.      Guru memberikan kesempatan pada murid untuk berkembang sesuai dengan tujuan mereka atau kodrat mereka. Disini peran guru lebih banyak pada Ing Madyo Mbangun Karso.

2.     Guru Memberikan kebebasan pada murid untuk berpikir kritis dan bernalar untuk mencapai keputusan suatu langkah atau suatu masalah. Disini seorang guru hanya mendampingi siswa untuk mengambil keputusan atau guru hanya memberikan gambaran pada siswa tentang suatu masalah tau bahkan guru melepaskan murid untuk mengambil keputusan sendiri.

3.     Pada fase ini siswa memiliki kemampuan akademik yang berkembang dengan baik, mereka punya kompetensi untuk menentukan suatu masalah dalam pembelajaran dan mereka juga mampu mencari solusi atau pemecahan masalah tersebut sehingga fungsi guru berperan sebagai fasilitator.

4.     Karena siswa sudah memiliki komitmen untuk menentukan tujuannya dan melaksanakan maka seorang guru diharapkan untuk mengingatkan kepada mereka untuk melaksanakan komitmennya.

5.     Dalam hal lain guru juga harus tetap memperhatikan perkembangan budi pekerti mereka, karena sesuai dengan kodratnya mereka masih suka bermain dan selalu ada pemikiran untuk memberontak atau tidak mau dikekang. Disini seorang guru dituntut menjadi tauladan bagi mereka dalam bersikap dan berbudi pekerti yang luhur. Disinilah guru berperan “ Ing Ngarso Sung Tulodho”

6.     Seiring dengan perkembangan jaman seorang guru juga harus ikut berkembang mengikutinya agar dapat mendampingi mereka dalam memanfaatkan tekhnologi yang ada. Disini guru dituntut untuk berkembang dan belajar dan belajar. Pada kegiatan ini guru melaksanakan “Tut Wuri Handayani”

Selanjutnya kita lihat lebih khusus relevansi filosofi Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dengan pembelajaran Matematika di tingkat SMA guru mengutamakan kepentingan murid ( menghamba pada murid) dengan menggunakan pendekatan Mixed Ability  adalah:

1.      Karena mereka memiliki perkembangan kognitif yang bagus maka pada pembelajaran matematika lebih baik dengan menerapkan metode inkuiri atau penemuan terbimbing. Disini seorang guru diharapkan memuntun anak didiknya untuk menemukan permasalahan dan menentukan penyelesaiannya. Hal ini dilakukan untuk siswa yang mempunyai kemapuan akademik tinggi. Disini guru berperan “tut Wuri Handayani”

2.      Untuk siswa yang memiliki kemampuan akademik yang tidak terlalu tinggi guru memberikan motivasi dan pembimbingan agar anak mau dan secara sadar belajar untuk menemukan dan mencari solusi dalam penyelesaian masalah. Disini guru banyak berfungsi atau berperan “ ing Madyo Mbangun karso”

3.      Untuk siswa yang mempunyai penalaran dan kemapuan akademik yang rendah guru membimbing lebih banyak dengan cara memberikan penjelasan penjelasan yang mengarah pada penemuan penyelesaian pada suatu masalah. Hal ini guru bertindak sebagai peran “Ing ngarso sung Tulodo”

4.      Pada setiap pembelajaran seorang guru dituntut memiliki inovasi dan kreatifitas yang tinggi. Hal ini dilakukan agar guru dapat membaca keadaan dan situasi pada saat KBM. Misalnya siswa setelah mengikuti mata pelajaran olah raga, mata pelajaran yang membutuhkan penalaran yang tinggi, suasana belajar yang siang hari dengan suasana yang panas dan kondisi kondisi yang tidak baik lainnya maka seorang guru harus mampu menunjukkkan kreativitas dan inovasi agar pelajaran tetap dilakukan secara menyenangkan. Hal ini dalam pembelajaran matematika bisa dengan menggunakan metode game ataupun yang lainnya.

5.      Pada pemberian tugas tugas guru juga harus melihat kepentingan murid, tidak bisa dipaksakan siswa harus dibebani tugas yang banyak. Pada pembelajaran Matematika ini di harapkan tugas yang diberikan misalnya soalnya 5 yang 4 hampir dipastikan siswa mampu menyelesaikan sendiri sedangkan 1 soal mereka harus berkolaborasi dengan teman atau orang lain.

E.     KESIMPULAN

Filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara memang meiliki keunikan yaitu tidak usang karena perkembangan jaman dan keadaan daerah. Karena dalam filosofinya seorang pendidik itu harus mampu untuk berubah dan berubah mengikuti perkembangan jaman. Waktu boleh berganti, daerah boleh berbeda dan masa boleh berubah tapi pendidikan tujuannya selalu tetap seperti yang dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana “Pendidikan diselenggarakan agar setiap  individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”  

Untuk itulah pada pembelajaran Matematika di SMA filosofi pendidikan dari pemikiran ki hajar Dewantara dapat dilakukan dan akan menjadikan siswa untuk mudah dalam menerima dan senang dalam belajarnya.

Demikanlah artikel kami, semoga menjadikan penguatan dan manfaat bagi yang membaca dan sekaligus menjadikan penguatan bagi kami penulisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aksi nyata Modul 3.3

  AKSI NYATA MODUL 3.3   PENGELOLAAN PROGRAM  YANG BERDAMPAK PADA MURID Oleh :  Sujianto, S.Pd Guru Matematika SMAN 1 Kepanjen       C...