MENURUT PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA
DENGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI TINGKAT SMA
oleh Sujianto, S.Pd
Guru SMAN 1 Kepanjen Kab.
Malang
CGP Angkatan 2
Fasilitator: Sri
Kurniawati
Pendamping Praktik :Haeni
Sundari
A.
Latar belakang
Sebagai
tahapan terakhir dari siklus pembelajaran MERRDEKA, Aksi Nyata memberikan ruang
bagi Bapak/Ibu CGP menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam satu
rangkaian modul. Aksi Nyata dimaksudkan sebagai proses pengembangan
profesionalisme berkelanjutan, di mana ia dilihat sebagai kesatuan antara
proses pembelajaran dan implementasi. Dengan demikian, aksi nyata perlu
dijalankan secara terus menerus, bahkan hingga Program Pendidikan Guru
Penggerak telah Anda selesaikan. Dalam Aksi Nyata ini merupakan perwujudan
dari perubahan konkret dalam proses pembelajaran khususnya mata pelajaran
matematika sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara dan konteks sosial dan
budaya di daerah sekolahan kami.
Untuk
mendukung pengembangan berkelanjutan, sepanjang proses penerapan ini kami melakukan
refleksi, salah satunya dengan menulis jurnal refleksi. Jurnal refleksi yang
ditulis secara rutin merupakan media untuk mendokumentasikan perasaan, gagasan
dan pengalaman serta praktik baik yang telah dilakukan. Dengan memiliki rekam
jejak yang berkelanjutan seperti ini, kami akan terdorong untuk terus belajar dan
meningkatkan kualitas pembelajaran yang kami latih dan ujicobakan.
B.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan
jurnal ini adalah:
1.
Untuk mendokumentasikan
perasaan, gagasan dan pengalaman serta praktik yang telah dilaksanakan.
2.
Untuk membuat rekam jejak berkelanjutan agar terdorong untuk
terus belajar dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
3.
Untuk penguatan bagi penulis dalam pemahaman materi.
4.
Untuk referensi pembuatan
Portofolio Aksi Nyata pada akhir Paket Modul 1
5.
Untuk panduan ketika berefleksi Bersama pengajar praktik dalam
pendampingan individu
C. Kajian Pustaka
1.
Sejarah Singkat Ki Hajar Dewantara
Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat (EBI: Suwardi
Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara,
EBI: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya
dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Pakualaman, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun;[1] selanjutnya disingkat sebagai
"Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia,
kolumnis, politisi, dan
pelopor pendidikan bagi
kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia
adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan
bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya
para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia
sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani,
menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya
diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret
dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998.
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh
Presiden RI, Sukarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.
305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
2.
Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Hidup
di masa penjajahan Belanda, akhirnya mendorong Ki Hadjar Dewantara untuk
memaknai pendidikan secara filosofi. Filosofi ini lahir sebagai upaya
memerdekakan manusia dalam aspek lahiriah yaitu keluar dari kemiskinan dan
kebodohan serta aspek batiniah yaitu memiliki otonomi berpikir dan mengambil
keputusan, martabat, mentalitas dan demokratik.
Ki
Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami
arti dan tujuan Pendidikan. Menurut KHD,
pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran
merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan
hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan
Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan
kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota
masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), “pendidikan dan pengajaran
merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup
manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang
seluas-luasnya”.
Pendidikan
adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki
keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka
pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat
menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat
diteruskan atau diwariskan.
Dasar-Dasar Pendidikan
Ki
Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun
segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota
masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh
atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat
memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan
kodrat anak”
Dalam
menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik
seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan
yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang
telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila
biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari
dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang
baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan
perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung
itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang
dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak
tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal..
Dalam
proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam
memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan
dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan
kemerdekaannya dalam belajar.
Ki
Haiar Dewantara (KHD) juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun
tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah,
carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan
kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang
baru tersebut dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai
simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi
pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat
dijadikan sebagai sumber belajar.
Kodrat Alam dan Kodrat
Zaman
KHD
menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat
alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan
“bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan
dengan “isi” dan “irama” KHD mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat
zaman sebagai berikut
“Dalam
melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala
kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup
kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang
berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu,
segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan
penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan
dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan
dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21)
KHD
hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat
diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari
kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk
memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia
sesungguhnya. KHD mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus
disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab
itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten
pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan. KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang
sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri.
Budi Pekerti
Menurut
KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak
pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi
pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa
(afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Sedih merupakan perpaduan
harmonis antara cipta dan karsa demikian pula Bahagia.
Lebih
lanjut KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik
untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga
merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih
kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi
ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat
pendidikan lainnya.
Alam
keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan,
pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk
berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta
karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan
persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru,
penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter
baik anak.
Menurut
Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak. Adapun tujuannya adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dengan berbagai ide
yang dimiliki dari Ki Hajar Dewantara ada satu konsep yang terlupakan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa Ki Hajar
pernah melontarkan konsep belajar 3 dinding. Beliau berpendapat bawa harus ada
satu sisi yang terbuka. Dinding yang terbuka tersebut diartikan bahwa agar
murid dapat melihat langsung dunia nyata di dalam kelas mereka dan ingin
menegaskan bahwa tidak ada batas atau jarak antara di dalam kelas dengan
realita di luar.
Menurut
Ki Hajar Dewantara, Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan organisasi pemuda, yang ia sebut dengan Tri Pusat Pendidikan. (Di kutip dari Jurnal Filsafat Indonesia, Vol 2 No 3 Tahun 2019
ISSN: E-ISSN 2620-7982, P-ISSN: 2620-7990)
Penerapan Filosofi Ki Hadjar Dewantara dan Kendalanya
Kondisi
Pandemi Covid 19 saat ini memaksakan setiap satuan pendidikan melaksanakan
pembelajaran dari rumah secara daring. Dilapangan penulis menemukan fakta bahwa
pembelajaran secara daring belum terlaksana secara maksimal. Banyak faktor yang
menimbulkan masalah di lapaangan. Salah satu faktor tersebut adalah satuan
pendidikan masih berfokus pada penuntasan kurikulum sehingga dibutuhkan
perubahan strategi pembelajaran yang berpusat pada murid sesuai dengan kodrat
alam (keterbatasan kemampuan siswa memahami materi pelajaran) dan kodrat zaman
(melek menggunakan teknologi).
Mengamati perkembangan teknologi dan
pendidikan, Pemikiran Ki Hadjar Dewantara sangatlah penting diterapkan pada era
zaman sekarang. Yang dimana Para pendidik dapat menerapkan Filosofi
pendidikan “ Tut Wuri Handayani, Ing Madya Mangun Karsa , Ing Ngarsa Sung
Tulada “ yang artinya “ Dari Belakang seorang guru harus bisa memberikan
dorongan dan Arahan, pada saat bersama siswa seorang guru harus mampu
menciptakan Pra karsa dan Idea dan ketika guru di depan seorang guru harus
memberi teladan dan contoh dengan tindakan yang baik”.
Filosofi Pendidikan Pembelajaran berpihak kepada murid
Jika
Filosofi pendidikan tersebut di jalankan dengan baik, maka terciptalah Student
Wellbeing. Maksunya adalah Siswa dan Guru berkolaborasi bersama untuk menggali
dan menggembangkan Potensi Murid. Tujuan lainya adalah mengakomodasi
karakteristik masing masing untuk terciptanya pembelajaran yang berpihak pada
murid. Hal ini diharapkan akan menghasilkan pembelajaran yang menyenangkan.
Perkembangan teknologi mempengaruhi
kemajuan dunia pendidikan saat ini. Sehingga peran pendidikan di zaman sekarang
tidak terlepas dengan menggunakan teknologi dalam aksi nyata ini saya
menggunakan media social Whatts App dan zoom untuk menyampaikan kesepakatan
kelas serta berdiskusi bersama memberikan umpan balik terhadap kegiatan murid
yang sudah dilaksanakan dirumah untuk mendapatkan pembelajaran bermakna yang
berpusat pada anak.
3.
Psikologi Perkembangan Anak di Usia 14 – 18 tahun
Dikutip dari Healthy Children,
masa remaja dikategorikan sebagai masa transisi yang dialami anak-anak untuk
mencapai usia dewasa. Pada fase ini, akan terjadi beberapa perubahan besar
selain perkembangan pada fisik. Salah satunya adalah perkembangan remaja
yang mencakup sisi psikologis dan dibagi menjadi dua kategori. Kategori
tersebut merupakan sisi emosional juga sosial yang perlu diketahui orang tua
sebagai cara mendidik anak remaja.
Hal ini berhubungan karena adanya perubahan hormon serta saraf sehingga remaja
tidak hanya berkembang secara kognitif. Akan tetapi, juga memikirkan identitas
diri serta hubungan sosial di sekitar. Dilihat dari sisi psikologi, ada
beberapa tahapan yang setidaknya perlu dicapai, di antaranya adalah:
·
Terlihat menonjol serta
mengembangkan identitas diri.
·
Bisa beradaptasi agar diterima di
lingkungannya.
·
Mengembangkan kompetensi sekaligus
mencari jalan untuk mendapatkannya.
·
Berkomitmen pada tujuan yang sudah
dibuat.
Berikut adalah perkembangan
psikologi yang dialami remaja seiring dengan pertambahan usia.
a. Perkembangan
psikologi remaja 14 – 17 tahun
Apabila
dibandingkan dengan perkembangan anak usia 10 tahun, Anda bisa melihat ada
perbedaan di perkembangan remaja fase middle ini.
Secara umum,
bisa dikatakan bahwa perkembangan psikologi remaja terlihat karena mereka mulai
membangun identitas diri.Tidak hanya itu saja, di rentang usia ini remaja juga
mulai memperlihatkan kemandirian agar tidak terus bergantung pada orangtua.
Berikut beberapa perkembangan psikologi atau emosi remaja
di usia 14 hingga 17 tahun.
·
Memperlihatkan kemandirian pada orangtua.
·
Menghabiskan waktu yang lebih sedikit dengan orangtua.
·
Mulai menunjukkan ketertarikan pada lawan jenis.
·
Mempunyai kepedulian serta perhatian pada keluarga, teman, dan
lawan jenis.
·
Perubahan susasana hati yang tidak menentu.
Perkembangan
emosional
Pada
perkembangan anak usia 14 tahun, emosi remaja pun masih tergolong naik turun.
Ia masih mempunyai suasana hati yang mudah berubah sehingga ada kalanya
orangtua kewalahan dengan hal ini.
Di usia ini
Anda juga perlu mulai memberikan edukasi seks karena anak mulai memiliki
ketertarikan dengan teman lawan jenisnya.
Selain itu,
di usia ini pula anak akan mulai melakukan hal-hal yang berisiko, sehingga Anda
wajib mengajaknya berdiskusi mengenai hal-hal baru yang diketahuinya.
Sampaikan apa
akibat dari berbagai hal yang sudah atau hendak dilakukannya.
Seiring
bertambahnya usia, perkembangan psikologi atau emosi remaja juga mulai
memperlihatkan kepedulian.
Simpati dan
empati mulai terpupuk walau ada kalanya ia mempunyai sudut pandang berbeda.
Perhatikan
apabila ia memperlihatkan perubahan perilaku yang tidak sesuai dengan kebiasaan
sehari-hari.
Bukan tidak
mungkin apabila dalam perkembangan psikologi atau emosi remaja ia mengalami
beberapa gangguan.
Beberapa
masalah ini misalnya gangguan tidur, gangguan citra tubuh, krisis kepercayaan diri,
sehingga berujung terjadinya depresi pada remaja.
Walaupun
waktu Anda dengan anak menjadi lebih sedikit, tetap bangun komunikasi sehingga
ia tidak merasa kehilangan arah.
Perkembangan
sosial
Sudah
disinggung sedikit di atas kalau pada fase ini anak mempunyai ikatan tersendiri
dengan teman sebaya atau bahkan teman terdekatnya.
Ada banyak
kegiatan yang bisa dilakukan terutama ketika ia mempunyai kesukaan yang sama.
Tidak hanya
itu saja, bukan hal aneh apabila remaja lebih nyaman membicarakan masalah pada
teman terdekatnya terlebih dahulu.
Hal ini pun
berlanjut sampai di perkembangan anak usia 17 tahun karena ia tetap menjaga
hubungan baik dengan sahabat.
Mungkin,
hubungan orangtua dengan anak akan bergeser karena ini.
Namun, ada
baiknya Anda tetap menjaga komunikasi agar hubungan tetap terjaga sehingga anak
akan tetap mencari orangtua ketika sangat dibutuhkan.
b.
Perkembangan
psikologi remaja usia 18 tahun
Pada usia
ini, perkembangan remaja sudah mencapai fase terakhir, yaitu late. Biasanya,
sifat impulsif yang mereka punya menjadi lebih terkendali dibandingkan dengan
usia sebelumnya.
Maka dari
itu, bisa dikatakan bahwa perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia ini
sudah lebih memikirkan risiko yang akan terjadi nantinya.
Berikut
beberapa perkembangan psikologi remaja usia 18 tahun, di antaranya:
·
Semakin membuka diri untuk memperluas pertemanan.
·
Sudah memikirkan masa depan dan tujuan hidup.
·
Mandiri dan membuat keputusan untuk diri sendiri.
·
Mulai tertarik dan serius dalam hubungan lawan jenis.
Perkembangan
emosional
Sebagai
orangtua, Anda perlu memahami apabila setiap anak mempunyai tahapan
perkembangannya masing-masing.
Begitu juga
dengan perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia 18 tahun ini.
Ada
kemungkinan ia mulai sadar dan mengerti apa yang diinginkan. Apalagi, emosinya
sudah berangsur-angsur menjadi lebih stabil. Maka dari itu ia semakin yakin
untuk mempertahankan kemandirian sekaligus mencoba dunia baru yang sudah lama
diinginkan.
Perkembangan
sosial
Kalau di
tahapan usia sebelumnya para remaja lebih suka menghabiskan waktu bersama teman
terdekat juga pacar, kini secara tidak sadar sudah mulai nyaman dengan
orangtua.
Hal ini
karena keterbukaan untuk menerima pendapat serta berkompromi dengan orang
disekitar.
Tidak hanya
itu saja, Anda juga sudah seharusnya mempersiapkan diri karena ada kemungkinan
remaja mempunyai hubungan yang lebih serius dengan pacar.
Penyebab remaja mulai memberontak
Pertengkaran
orangtua dengan anak bisa berujung pada keinginan kabur dari rumah karena ia
sedang berada dalam fase pemberontakan.
Ini juga hal
yang bisa terjadi pada perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia 18
tahun atau bahkan lebih muda.
Ada kalanya
ia percaya sudah tak ada lagi pemecahan masalah yang bisa dicapai selain
memberontak atau melakukan kenakalan remaja.
Beberapa
penyebab yang membuat perkembangan emosi remaja jadi memberontak, seperti:
1. Merasa tidak aman
di rumah
Anak bisa
saja merasa bahwa situasi di rumah benar-benar menakutkan sehingga
mengakibatkan perkembangan psikologisnya terganggu.
Hal ini bisa
terjadi jika ia menjadi korban kekerasan anak, baik
itu kekerasan verbal, fisik, psikologis, atau seksual.
2. Masalah di sekolah
atau lingkungan pergaulan
Bila terjadi bullying pada remaja
di sekolah tapi tidak ada sosok yang bisa membantunya, anak mungkin memilih
untuk kabur.
Dengan
begitu, anak bisa membolos tanpa harus dipaksa ke sekolah oleh orangtua.
Hal lain yang
mengakibatkan psikologis remaja terganggu adalah ketika terlibat masalah
tertentu tapi ia tidak berani menganggung akibat atau hukumannya.
Maka, ia pun
memilih untuk memberontak seperti lari dari rumah daripada harus menerima
konsekuensi.
3. Merasa tidak
dihargai
Salah satu
kasus pemberontakan yang bisa mengganggu psikologi atau emosi remaja adalah
anak merasa cemburu dengan kakak atau adiknya.
Ia merasa
kurang dihargai dan berpikiran bahwa orangtua lebih menyayangi kakak atau
adiknya.
Selain itu,
anak bisa merasa tidak dihargai karena orangtua memberikan hukuman yang sangat
berat atas kesalahannya.
Dalam kasus
lainnya, anak yang merasa tidak mendapat cukup perhatian dari orangtua juga
mungkin “menguji” kasih sayang orangtua dengan cara memberontak.
4. Tidak bijak
menggunakan media sosial
Media sosial
adalah tempat bagi sebagian besar remaja untuk mengekspresikan diri mereka,
lewat kata-kata maupun foto.
Di antara
semua jenis media sosial, instagram cukup mendapat banyak perhatian bagi anak
remaja.
Melalui
instagram, ia bisa mengunggah hasil jepretan foto terbaiknya dan mendapat feedback, berupa like atau komentar.
Namun, tidak
semua mendapatkan efek positif sehingga memengaruhi perkembangan psikologi atau
emosi remaja.
Ada juga yang
sampai terobsesi dengan hasil selfie sehingga berdampak buruk bagi kesehatan mental
remaja.
D.
RELEVANSINYA FILOSOFI
PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA DENGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
DI TINGKAT SMA
Anak
didik di tingkat SMA memiliki usia antara 14 – 18 tahun. Pada Usia ini mereka
masuk pada fase anak Remaja, Rasa ingi tahu dan mencari jati diri menjadi yang
utama. Pola berpikir mereka sudah berkembang, sehingga mereka sudah berani
mengambil keputusan untuk penentuan masa depannya. Beberapa hal yang terjadi
perubahan pada psikologi anak di usia ini yaitu:
·
Terlihat menonjol serta
mengembangkan identitas diri.
·
Bisa beradaptasi agar diterima di
lingkungannya.
·
Mengembangkan kompetensi sekaligus
mencari jalan untuk mendapatkannya.
·
Berkomitmen pada tujuan yang sudah
dibuat.
Dengan mengetahui perkembangan psikologi ini kita bisa
melihat relevansinya filosofi Pendidikan menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara pada
anak SMA yaitu:
1.
Guru memberikan kesempatan pada murid untuk berkembang
sesuai dengan tujuan mereka atau kodrat mereka. Disini peran guru lebih banyak
pada Ing Madyo Mbangun Karso.
2. Guru Memberikan kebebasan pada murid untuk berpikir kritis dan bernalar untuk mencapai keputusan suatu langkah atau suatu masalah. Disini seorang guru hanya mendampingi siswa untuk mengambil keputusan atau guru hanya memberikan gambaran pada siswa tentang suatu masalah tau bahkan guru melepaskan murid untuk mengambil keputusan sendiri.
3. Pada fase ini siswa memiliki kemampuan akademik yang berkembang dengan baik, mereka punya kompetensi untuk menentukan suatu masalah dalam pembelajaran dan mereka juga mampu mencari solusi atau pemecahan masalah tersebut sehingga fungsi guru berperan sebagai fasilitator.
4. Karena siswa sudah memiliki komitmen untuk menentukan tujuannya dan melaksanakan maka seorang guru diharapkan untuk mengingatkan kepada mereka untuk melaksanakan komitmennya.
5. Dalam hal lain guru juga harus tetap memperhatikan perkembangan budi pekerti mereka, karena sesuai dengan kodratnya mereka masih suka bermain dan selalu ada pemikiran untuk memberontak atau tidak mau dikekang. Disini seorang guru dituntut menjadi tauladan bagi mereka dalam bersikap dan berbudi pekerti yang luhur. Disinilah guru berperan “ Ing Ngarso Sung Tulodho”
6. Seiring dengan perkembangan jaman seorang guru juga harus ikut berkembang mengikutinya agar dapat mendampingi mereka dalam memanfaatkan tekhnologi yang ada. Disini guru dituntut untuk berkembang dan belajar dan belajar. Pada kegiatan ini guru melaksanakan “Tut Wuri Handayani”
1.
Karena mereka memiliki perkembangan kognitif yang bagus
maka pada pembelajaran matematika lebih baik dengan menerapkan metode inkuiri
atau penemuan terbimbing. Disini seorang guru diharapkan memuntun anak didiknya
untuk menemukan permasalahan dan menentukan penyelesaiannya. Hal ini dilakukan
untuk siswa yang mempunyai kemapuan akademik tinggi. Disini guru berperan “tut
Wuri Handayani”
2.
Untuk siswa yang memiliki kemampuan akademik yang tidak
terlalu tinggi guru memberikan motivasi dan pembimbingan agar anak mau dan
secara sadar belajar untuk menemukan dan mencari solusi dalam penyelesaian
masalah. Disini guru banyak berfungsi atau berperan “ ing Madyo Mbangun karso”
3.
Untuk siswa yang mempunyai penalaran dan kemapuan
akademik yang rendah guru membimbing lebih banyak dengan cara memberikan
penjelasan penjelasan yang mengarah pada penemuan penyelesaian pada suatu masalah.
Hal ini guru bertindak sebagai peran “Ing ngarso sung Tulodo”
4.
Pada setiap pembelajaran seorang guru dituntut memiliki
inovasi dan kreatifitas yang tinggi. Hal ini dilakukan agar guru dapat membaca
keadaan dan situasi pada saat KBM. Misalnya siswa setelah mengikuti mata
pelajaran olah raga, mata pelajaran yang membutuhkan penalaran yang tinggi,
suasana belajar yang siang hari dengan suasana yang panas dan kondisi kondisi
yang tidak baik lainnya maka seorang guru harus mampu menunjukkkan kreativitas
dan inovasi agar pelajaran tetap dilakukan secara menyenangkan. Hal ini dalam
pembelajaran matematika bisa dengan menggunakan metode game ataupun yang
lainnya.
5.
Pada pemberian tugas tugas guru juga harus melihat
kepentingan murid, tidak bisa dipaksakan siswa harus dibebani tugas yang
banyak. Pada pembelajaran Matematika ini di harapkan tugas yang diberikan
misalnya soalnya 5 yang 4 hampir dipastikan siswa mampu menyelesaikan sendiri
sedangkan 1 soal mereka harus berkolaborasi dengan teman atau orang lain.
E. KESIMPULAN
Filosofi pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara memang meiliki keunikan yaitu tidak usang karena perkembangan jaman
dan keadaan daerah. Karena dalam filosofinya seorang pendidik itu harus mampu
untuk berubah dan berubah mengikuti perkembangan jaman. Waktu boleh berganti,
daerah boleh berbeda dan masa boleh berubah tapi pendidikan tujuannya selalu
tetap seperti yang dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana “Pendidikan
diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab”
Untuk itulah pada pembelajaran Matematika di SMA filosofi
pendidikan dari pemikiran ki hajar Dewantara dapat dilakukan dan akan
menjadikan siswa untuk mudah dalam menerima dan senang dalam belajarnya.
Demikanlah artikel kami, semoga
menjadikan penguatan dan manfaat bagi yang membaca dan sekaligus menjadikan
penguatan bagi kami penulisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar